Pengertian
kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki
dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Interpretasi lebih jauh
mengenai hal itu, yakni agar keduanya atau yang lebih ditekankan di
sini adalah kaum perempuan, mampu berperan dan berpartisipasi dalam
bidang politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, pertahanan
dan keamanan. Wacana akan kesetaraan gender bukanlah barang kemarin
sore, pada zaman R.A. Kartini tuntutan akan kesetaraan dan keadilan
gender sudah muncul, lebih jauh dari itu semua Islam sudah membahasnya
secara jelas dan tuntas. Tuntutan era globalisasi tak bisa dipungkiri
menjadi landasan wacana ini muncul. Pada era modern seperti sekarang ini
kesetaraan gender telah menimbulkan polemik dan memunculkan pandangan
pro dan kontra. Pada
hakikatnya peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan jelas
berbeda, peran dan fungsi keduanya boleh dikatakan tidak bisa
disejajarkan. Apabila
keduanya disetarakan dalam semua peran, kedudukan, status sosial,
pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Realita
yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat
perbedaan-perbedaan mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik,
laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Dari sisi sifat, pemikiran-akal,
kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda.Pengertian gender
sendiri adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi
peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.Peran yang ketiga menjadi peran yang lebih besar dan penting. Tentu
kita semua tahu dan paham bahwa peran tersebut hanya dimiliki oleh
perempuan. Peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan tidak
berjalan sendiri-sendiri. Peran dan fungsi dari keduanya harus berjalan
bersama apabila peran dan fungsi keduanya berjalan bersama dan saling
mengisi maka ibarat kopi dengan gula keduanya akan terasa nikmat dan
memberikan efek harmonis.
Kesetaraan
gender sering dikaitkan dengan hak asasi manusia, batasan hak asasi
manusia sendiri ada dua, yaitu yang dianggap sebagai hak asasi dan
resiprositas (hak asasi miliknya tidak menganggu hak asasi orang lain).
Cakupan dari hak asasi secara universal berkaitan dengan manusia,
cakupan secara relatif dari hak asasi tersebut yaitu norma sosial dan
ideologi. Setara tak mesti sama, kesetaraan adalah klaim etis yang
berusaha mengatakan bahwa semua manusia berkedudukan setara. Kesetaraan
itu lebih kepada praktek penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan.
Isu
kesetaraan gender telah menyita perhatian banyak kalangan masyarakat,
di atas tadi telah dijelaskan tentang pengertian kesetaraan dan keadilan
gender. Realitas yang berkembang di masyarakat baik itu laki-laki
maupun perempuan itu sendiri belum memahami bahwa gender adalah suatu
konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara
laki-laki dan perempuan. Hal itulah yang mengakibatkan kesenjangan
peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap
laki-laki dan perempuan. Budaya patriarki menjadi
faktor utama terjadinya kesenjangan peran dan fungsi antara laki-laki
dan perempuan. Penafsiran ajaran agama yang kurang menyeluruh atau
cenderung dipahami menurut tulisan, kurang memahami realitas, dan
cenderung dipahami secara sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh,
menjadi faktor pendukung akan adanya kesenjangan peran dan fungsi serta
terjadinya diskriminasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap
perempuan. Kaum perempuan sendiri tidak memiliki kemampuan, kemauan dan
kesiapan untuk merubah keadaan tidak secara nyata dilaksanakan.
Di
Indonesia sendiri wacana tentang RUU keadilan dan kesetaraan gender
telah menjadi perbincangan hangat bagi sebagian orang. Hal tersebut bagi
sebagian kalangan masyarakat dipandang sebagai racun atau virus yang
disebarkan oleh kalangan liberalis karena hal tersebut akan bermuara
kepada kebebasan individu, yang mana hal tersebut merujuk kepada
kebebasan individu kaum perempuan. Namun, sebagian kalangan lain yaitu
kaum feminisme sangat mendukung dan menuntut akan adanya hal ini.
Al
Quran menyatakan kepada kita bahwa apabila kita mengalami perbedaan
pendapat dalam suatu perkara, maka seharusnya kita merujuk kembali
kepada Tuhan dan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara tersebut.Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) akan lebih jelas
jika dibahas melalui perspektif Islam di dalam Hukum Islam. Yang mana
Hukum Islam tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan Al Quran dan Hadist
sebagai sumber pokok dari Hukum Islam itu sendiri. Islam
sudah memberikan jawaban jauh berpuluh-puluh abad yang lalu mengenai
hal ini. Kita perlu mempelajari secara mendalam agar kita tidak tersesat
dalam menafsirkan mengenai kesetaraan dan keadilan gender. Seperti yang
sudah diutarakan di atas tadi bahwa tuntutan era globalisasi menjadi
dasar berkembangnya isu kesetaraan gender. Ketika Amerika Serikat masih
sibuk dan bekerja keras mengatasi isu-isu kesetaraan gender, Al Quran
telah secara tuntas menjawabnya.
Perempuan
selama ini dianggap sebagai kaum yang lemah, cengeng, dan tidak
berdaya. Tidak bisa dipungkiri asumsi tersebut masih ada dan berkembang
di sebagian kalangan masyarakat. Islam menempatkan kedudukan perempuan
pada proporsinya dengan mengakui kemanusiaan mereka dan mengikis habis
kegelapan yang dialami perempuan sepanjang sejarah, serta menjamin
hak-hak perempuan. Islam mengakui kapabilitas dan kemampuan ekonomi
perempuan dan menjadikan perempuan sebagai saudara kandung kaum
laki-laki. Islam juga mengakui kemampuan sosial perempuan dan kemampuan
beribadah dan taklif shar’I, sehingga kaum perempuan mampu berperan dalam kehidupan masyarakat.
Agama Islam merupakan agama yang mempunyai prinsip-prinsip keadilan
gender. Salah satu prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan
antar manusia baik dari segi gender, kebangsaan, kesukuan maupun
keturunan. Perbedaan yang harus di garis bawahi di sini adalah perbedaan
mengenai tingkat ketakwaan dan pengabdiaanya kepada Allah SWT.
Isu
kesetaraan gender yang hendak diangkat menjadi UU, lewat RUU KKG
(Keadilan dan Kesetaraan Gender) bagi sebagian kalangan masyarakat
khususnya para ulama sangat tidak setuju dengan adanya hal tersebut.
Bukan hanya itu, mereka pun mengatakan bahwa kesetaraan gender adalah
virus yang disebarkan oleh kaum liberalis barat yang mencoba melepaskan
agama dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya UU KKG tersebut, kaum
liberalis mencoba meliberalkan perempuan dari hukum Allah,
mensekulerisasikan perempuan Muslim, atas nama gender. Inti dari RUU KKG
ini berniat menyamakan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita.
Kesetaraan
gender telah menimbulkan dilema bagi perempuan itu sendiri. Agama,
khususnya Islam adalah solusi yang tepat dari dilema yang ada, kita
harus jelas kepada siapa kita berpegang. Kepada kebenaran yang bersumber
dari Tuhan atau berpegang kepada kebenaran yang kita cari dan dapatkan
sendiri yang belum tentu benar? Dalam agama sendiri sudah jelas mengatur
secara adil tentang peran dan fungsi masing-masing sesuai kodrat. Lalu,
masih perlukah sebuah tanda tanya besar mengenai problematika ini
muncul? Yang ada hanyalah tinggal kita sebagai makhluk yang beragama ini
mempelajari apa yang sudah ada. Menafsirkan secara mendalam apa yang
telah diturunkan kepada kita dan tidak perlu mencari kebenaran-kebenaran
lain yang justru menyesatkan. Apakah kita akan mendustakan agama kita
sendiri? Atau kita akan melawan logika Tuhan?
SUMBER BACAAN :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar